25 April 1982, Julianne Scasny dilahirkan di Michigan, Amerika Serikat (AS). Ia lahir dari orangtua berdarah Polandia-Suriah. Dibesarkan sebagai Katolik, Julianne pernah berkeinginan menjadi biarawati.
Suatu hari ketika mengikuti pelajaran sejarah di sekolahnya, Julianne kagum dengan keberanian seorang siswa yang memprotes gurunya. Siswa Muslim itu meluruskan cerita guru yang salah tentang Islam saat ia membahas agama-agama besar di dunia.
‘’Wow, dia berani sekali membantah guru,’’ ujar Julianne. Dan sejak saat itu, Julianne mulai tertarik pada Islam.
Pencarian Membawa Hidayah
Penasaran dengan Islam membuat Julianne melakukan proses pencarian. Ia pun bertanya kepada temannya yang beragama Islam tentang perbedaan antara Katolik dan Islam. Sayangnya, temannya itu tak banyak memberi penjelasan. Julianne belum menemukan jawaban atas kepenasarannya.
Julianne tak menyerah. Ia kemudian mengunjungi rumah teman sekelasnya yang Muslim itu. Ia lalu meminjam Al-Quran terjemah bahasa Inggris dari orangtua temannya.
Begitu membaca Al-Qur'an, gadis pecinta sastra dan puisi itu sangat terpesona. Hatinya bergetar. Ketertarikan pada keindahan bahasa Al-Qur'an mendorongnya untuk membaca seluruh ayat di dalam kitab suci itu.
"Jika kitab ini ditulis dalam bahasa Inggris sekalipun, penulisnya tak mungkin seorang manusia. Ini firman Tuhan,’’ ujar Julianne dalam hati.
"Sejak saat itu, saya menjadi Muslim di dalam hati,’’ kenang Julianne.
Julianne pun mengucap dua kalimah syahadat. Ia bertekad menjadi seorang Muslimah, meski tantangan berat harus dihadapinya. Dalam hatinya telah tertanam sebuah keyakinan bahwa Islam adalah agama yang paling benar.
Tantangan Menjadi Muslimah
Kedua orangtua Julianne sangat marah begitu tahu bahwa Julianne telah memeluk Islam. Mereka tak bisa menerimanya, terutama sang ibu.
Ibunya berusaha melarang Julianne berteman dengan orang-orang Muslim. Sang ibu juga kerap menelepon orangtua temannya agar tak lagi mendakwahkan Islam kepada Julianne. Julianne sempat bingung. Namun, imannya tak goyah sedikitpun.
Sang ayah tak kalah marah. Setiap hari ia membongkar kamar Julianne. Semua barang-barang bernuansa Islam yang ada di kamar Julianne seperti sajadah, hijab, dan Al-Qur'an disitanya. Khawatir Al-Qur'annya dibuang, Julianne terpaksa menyembunyikannya di ventilasi pendingin udara.
Berbagai upaya dilakukan kedua orangtuanya agar Julinanne melepas keyakinannya sebagai Muslim. Mereka berusaha mengajak Julianne ke gereja. Suatu hari Julianne dipertemukan dengan pendeta. Di depan pendeta, Juliane mengatakan amat cinta kepada Islam.
Tidak berhenti di situ, sang ibu kerap menghidangkan masakan yang terbuat dari babi, namun mengatakan kepada Julianne bahwa makanan itu terbuat dari daging sapi. Julianne yang berkomitmen untuk hanya mengkonsumsi makanan halal sesuai ajaran Islam kemudian memeriksa pembungkus makanan yang dihidangkan ibunya. Ternyata dugaannya benar, masakan yang disajikan itu terbuat dari daging babi.
Selain menjaga makanan halal, shalat adalah perjuangan berat bagi Julianne. Keluarganya selalu mengolok-olok setiap Julianne shalat. Mereka juga berusaha mencegah Julianne, sehingga ia sempat tidak shalat.
"Shalat adalah sesuatu yang sangat sulit dilakukan di rumah, mereka mengolok-olok ketika saya shalat,’’ ujar Julianne.
Semangat Thalabul Ilmi
Keterbatasan yang dialami Julianne tidak membuatnya terputus dari semangat mencari ilmu agama (thalabul ilmi). Ia mempelajari shalat dalam bahasa Arab secara otodidak melalui video dan buku-buku.
Ketika ia berusia 20 tahun dan berstatus sebagai mahasiswi, doa Julianne yang ingin mendalami Islam terkabul. Sebuah masjid dibangun di dekat lingkungannya. Julianne pun menuntut ilmu di sana. Bahkan ia memperbarui syahadatnya pada Ramadhan tahun itu.
Julianne kemudian memakai hijab. Tantangan lebih keras ia dapatkan lagi dari keluarganya. Kedua orangtuanya marah hebat. Ibunya bahkan pernah berusaha melepas paksa hijabnya.
Menikah menjadi Solusi
"Satu-satunya hal yang dapat kulakukan agar keluar dari kesulitan ini adalah dengan menikah," tekad Julianne saat itu.
Mengetahui Julianne hendak menikah secara Islam dengan pria Muslim, ibunya tak setuju. Sang ibu menghendaki Julianne menikah dengan pria Kristen di gereja, dengan gaun putih pada saat upacara pernikahannya.
"Ibu ingin aku menikah dengan seorang Kristen dan melaksanakannya di gereja," tutur Julianne.
Keteguhan Julianne pada Islam membuat pernikahan itu akhirnya berjalan dengan lancar, meskipun sang ibu terus berusaha membatalkannya. Setelah menikah, Julianne yang mengganti namanya menjadi Noora Alsamman pindah dari Atlanta ke Houston. Kini, Julianne telah memiliki putra dan bersama keluarganya berkomitmen untuk menjalankan Islam sebagai jalan hidupnya. [AM/Rpb]
Suatu hari ketika mengikuti pelajaran sejarah di sekolahnya, Julianne kagum dengan keberanian seorang siswa yang memprotes gurunya. Siswa Muslim itu meluruskan cerita guru yang salah tentang Islam saat ia membahas agama-agama besar di dunia.
‘’Wow, dia berani sekali membantah guru,’’ ujar Julianne. Dan sejak saat itu, Julianne mulai tertarik pada Islam.
Pencarian Membawa Hidayah
Penasaran dengan Islam membuat Julianne melakukan proses pencarian. Ia pun bertanya kepada temannya yang beragama Islam tentang perbedaan antara Katolik dan Islam. Sayangnya, temannya itu tak banyak memberi penjelasan. Julianne belum menemukan jawaban atas kepenasarannya.
Julianne tak menyerah. Ia kemudian mengunjungi rumah teman sekelasnya yang Muslim itu. Ia lalu meminjam Al-Quran terjemah bahasa Inggris dari orangtua temannya.
Begitu membaca Al-Qur'an, gadis pecinta sastra dan puisi itu sangat terpesona. Hatinya bergetar. Ketertarikan pada keindahan bahasa Al-Qur'an mendorongnya untuk membaca seluruh ayat di dalam kitab suci itu.
"Jika kitab ini ditulis dalam bahasa Inggris sekalipun, penulisnya tak mungkin seorang manusia. Ini firman Tuhan,’’ ujar Julianne dalam hati.
"Sejak saat itu, saya menjadi Muslim di dalam hati,’’ kenang Julianne.
Julianne pun mengucap dua kalimah syahadat. Ia bertekad menjadi seorang Muslimah, meski tantangan berat harus dihadapinya. Dalam hatinya telah tertanam sebuah keyakinan bahwa Islam adalah agama yang paling benar.
Tantangan Menjadi Muslimah
Kedua orangtua Julianne sangat marah begitu tahu bahwa Julianne telah memeluk Islam. Mereka tak bisa menerimanya, terutama sang ibu.
Ibunya berusaha melarang Julianne berteman dengan orang-orang Muslim. Sang ibu juga kerap menelepon orangtua temannya agar tak lagi mendakwahkan Islam kepada Julianne. Julianne sempat bingung. Namun, imannya tak goyah sedikitpun.
Sang ayah tak kalah marah. Setiap hari ia membongkar kamar Julianne. Semua barang-barang bernuansa Islam yang ada di kamar Julianne seperti sajadah, hijab, dan Al-Qur'an disitanya. Khawatir Al-Qur'annya dibuang, Julianne terpaksa menyembunyikannya di ventilasi pendingin udara.
Berbagai upaya dilakukan kedua orangtuanya agar Julinanne melepas keyakinannya sebagai Muslim. Mereka berusaha mengajak Julianne ke gereja. Suatu hari Julianne dipertemukan dengan pendeta. Di depan pendeta, Juliane mengatakan amat cinta kepada Islam.
Tidak berhenti di situ, sang ibu kerap menghidangkan masakan yang terbuat dari babi, namun mengatakan kepada Julianne bahwa makanan itu terbuat dari daging sapi. Julianne yang berkomitmen untuk hanya mengkonsumsi makanan halal sesuai ajaran Islam kemudian memeriksa pembungkus makanan yang dihidangkan ibunya. Ternyata dugaannya benar, masakan yang disajikan itu terbuat dari daging babi.
Selain menjaga makanan halal, shalat adalah perjuangan berat bagi Julianne. Keluarganya selalu mengolok-olok setiap Julianne shalat. Mereka juga berusaha mencegah Julianne, sehingga ia sempat tidak shalat.
"Shalat adalah sesuatu yang sangat sulit dilakukan di rumah, mereka mengolok-olok ketika saya shalat,’’ ujar Julianne.
Semangat Thalabul Ilmi
Keterbatasan yang dialami Julianne tidak membuatnya terputus dari semangat mencari ilmu agama (thalabul ilmi). Ia mempelajari shalat dalam bahasa Arab secara otodidak melalui video dan buku-buku.
Ketika ia berusia 20 tahun dan berstatus sebagai mahasiswi, doa Julianne yang ingin mendalami Islam terkabul. Sebuah masjid dibangun di dekat lingkungannya. Julianne pun menuntut ilmu di sana. Bahkan ia memperbarui syahadatnya pada Ramadhan tahun itu.
Julianne kemudian memakai hijab. Tantangan lebih keras ia dapatkan lagi dari keluarganya. Kedua orangtuanya marah hebat. Ibunya bahkan pernah berusaha melepas paksa hijabnya.
Menikah menjadi Solusi
"Satu-satunya hal yang dapat kulakukan agar keluar dari kesulitan ini adalah dengan menikah," tekad Julianne saat itu.
Mengetahui Julianne hendak menikah secara Islam dengan pria Muslim, ibunya tak setuju. Sang ibu menghendaki Julianne menikah dengan pria Kristen di gereja, dengan gaun putih pada saat upacara pernikahannya.
"Ibu ingin aku menikah dengan seorang Kristen dan melaksanakannya di gereja," tutur Julianne.
Keteguhan Julianne pada Islam membuat pernikahan itu akhirnya berjalan dengan lancar, meskipun sang ibu terus berusaha membatalkannya. Setelah menikah, Julianne yang mengganti namanya menjadi Noora Alsamman pindah dari Atlanta ke Houston. Kini, Julianne telah memiliki putra dan bersama keluarganya berkomitmen untuk menjalankan Islam sebagai jalan hidupnya. [AM/Rpb]