Bercadar, Tiga Mahasiswi Arab "Ditendang" Keluar Bus - Tiga orang mahasiswi yang sedang belajar di Selandia Baru untuk kesekian kalinya mendapatkan perlakuan tidak mengenakkan saat hendak naik bus. Adeeba Jabbar, salah satu dari mahasiswi itu sampai menangis di jalan setelah sopir bus menolak untuk membiarkannya masuk dengan alasan ia bercadar.
Sebelumnya, pernah juga Adeeba diminta melepas jilbabnya terlebih dahulu oleh seorang sopir sebelum naik bus. Ketiga mahasiswi muslimah itu tetap bersikukuh mengenakan pakaian islami model Arab.
Menyikapi perlakuan buruk itu, Konsulat Jenderal Arab Saudi telah menulis kepada pemerintah negeri itu tentang insiden yang dialami tiga warganya itu.
Menjawab keberatan mereka, pihak pengelola transportasi massal di Selandia Baru menyatakan kedua sopir telah dikirim pada program konseling. Pihak oto berdalih kedua sopir itu menderita "maskophobia", alias fobia terhadap masker, bukan Islamofobia.
"Keduanya mengaku itu bukan karena alasan agama ... tetapi mereka benar-benar memiliki fobia terhadap orang yang memakai topeng, itu sebabnya kami tidak memecat mereka," kata general manager Jon Calder, (4/7).
Sameer Aljabri, suami dari salah seorang wanita, mengatakan ia akan mengajukan keluhan resmi pada Komisi Hak Asasi Manusia atas nama insiden yang menimpa istrinya itu. Menurutnya, perlakuan buruk itu sangat menyakitkan ketimbang keterangan lembaga itu.
"Saat dia melangkah ke bus yang penuh sesak, sopir berteriak," Keluar! " Dia bertanya mengapa dan diberitahu, `'Karena Anda menutupi wajah Anda'... Dia bersikeras agar istri saya turun dari bus, lalu menutup pintu dan pergi," ujarnya.
Insiden itu tidak hanya dikecam oleh pihak Saudi dan keluarga korban. Asosiasi buruh juga turut mengingatkan pemerintah agar tidak sampai kehilangan potensi ekonomi dari mahasiswa muslim yang datang ke Selandia Baru.
Ketua urusan etnis Asosiasi Buruh Selandia Baru Ashraf Choudhary mengatakan ia telah berbicara pemerintah, memperingatkan bahwa insiden seperti itu bisa membahayakan kemampuan Selandia Baru untuk menarik mahasiswa Muslim. Padahal devisa dari mahasiswa Saudi saja mencapai 300 juta dolar AS.
"Mahasiswa Saudi menyumbang 300 juta dolar AS bagi perekonomian kita," tegas Choudhary. [AN/Rpb]
Sebelumnya, pernah juga Adeeba diminta melepas jilbabnya terlebih dahulu oleh seorang sopir sebelum naik bus. Ketiga mahasiswi muslimah itu tetap bersikukuh mengenakan pakaian islami model Arab.
Menyikapi perlakuan buruk itu, Konsulat Jenderal Arab Saudi telah menulis kepada pemerintah negeri itu tentang insiden yang dialami tiga warganya itu.
Menjawab keberatan mereka, pihak pengelola transportasi massal di Selandia Baru menyatakan kedua sopir telah dikirim pada program konseling. Pihak oto berdalih kedua sopir itu menderita "maskophobia", alias fobia terhadap masker, bukan Islamofobia.
"Keduanya mengaku itu bukan karena alasan agama ... tetapi mereka benar-benar memiliki fobia terhadap orang yang memakai topeng, itu sebabnya kami tidak memecat mereka," kata general manager Jon Calder, (4/7).
Sameer Aljabri, suami dari salah seorang wanita, mengatakan ia akan mengajukan keluhan resmi pada Komisi Hak Asasi Manusia atas nama insiden yang menimpa istrinya itu. Menurutnya, perlakuan buruk itu sangat menyakitkan ketimbang keterangan lembaga itu.
"Saat dia melangkah ke bus yang penuh sesak, sopir berteriak," Keluar! " Dia bertanya mengapa dan diberitahu, `'Karena Anda menutupi wajah Anda'... Dia bersikeras agar istri saya turun dari bus, lalu menutup pintu dan pergi," ujarnya.
Insiden itu tidak hanya dikecam oleh pihak Saudi dan keluarga korban. Asosiasi buruh juga turut mengingatkan pemerintah agar tidak sampai kehilangan potensi ekonomi dari mahasiswa muslim yang datang ke Selandia Baru.
Ketua urusan etnis Asosiasi Buruh Selandia Baru Ashraf Choudhary mengatakan ia telah berbicara pemerintah, memperingatkan bahwa insiden seperti itu bisa membahayakan kemampuan Selandia Baru untuk menarik mahasiswa Muslim. Padahal devisa dari mahasiswa Saudi saja mencapai 300 juta dolar AS.
"Mahasiswa Saudi menyumbang 300 juta dolar AS bagi perekonomian kita," tegas Choudhary. [AN/Rpb]