Judul Buku : Tarbiyah Iqtishadiyah
Penulis : Eko Novianto
Penerbit : Era Adicitra Intermedia
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : Sya'ban 1431 H / Juli 2010 M
Tebal Buku : xviii + 254 halaman
* * *
Seorang ikhwan yang dulunya sangat aktif di dakwah kampus, kini jarang terlibat dalam aktifitas dakwah. Adik-adik angkatannya sangat terkesan dengan militansinya sewaktu ia memimpin aksi beberapa tahun yang lalu. Namun, kini tak pernah lagi ia dijumpai; tidak dalam forum dakwah, apalagi aksi.
Ketika ditelusuri, ternyata ikhwan ini "gagal" dalam masalah iqtishadiyah. Sewaktu di kampus, ia sangat concern dengan organisasi dakwahnya, beraksi ke sana kemari, setiap hari ia di kampus, bahkan menginap di sana. Yang disayangkan, ia tak memperhatikan kualitas kuliahnya. Prestasi akademis hampir tidak ada, skill tidak terasah. Demikianlah hingga ia lulus kuliah. Membuka usaha tidak kuasa, bekerja sesuai jurusannya juga tidak bisa. Kesulitan ekonomi yang membelitnya membuat intensitas kegiatan dakwahnya menurun drastis.
Ada kasus yang berbeda dalam domain yang sama. Kali ini bukan masalah penghasilan yang didapatkan. Sebenarnya penghasilannya cukup. Pendapatan dari gajinya lumayan besar untuk ukuran masyarakat di sekitarnya. Namun karena boros, tidak bisa mengelola uang dengan baik, satu keluarga aktifis dakwah terlilit hutang. Masalah itu kemudian selesai setelah para ikhwah membantunya. Namun, ia kembali ke pola lama. Hutang pun kembali melilitnya.
Masalah iqtishadiyah (ekonomi) tak bisa disepelekan. Tarbiyah iqtishadiyah, dengan demikian, menjadi keniscayaan. Sebagaimana Islam itu bersifat syamil (menyeluruh), tarbiyah juga demikian. Jika selama ini kita akrab dengan istilah tarbiyah ruhiyah, tarbiyah fikriyah, dan tarbiyah jasadiyah, Eko Novianto –penulis buku ini- mengajak kita untuk mengokohkan tarbiyah iqtishadiyah.
Lalu apa itu tujuan tarbiyah iqtishadiyah? Dalam halaman 6, kita mendapatkan penjelasan mengenai tujuan tarbiyah iqtishadiyah. "Tarbiyah iqtishadiyah," tulis Eko Novianto, "bertujuan memberi kesadaran akan peranan ekonomi di bidang pembangunan, produksi dan ivestasi; memberi pengetahuan problematika ekonomi umat; memberi keterampilan dalam memanfaatkan teknologi modern di bidang ekonomi; memberi pemahaman dasar-dasar ekonomi Islam dan kontemporer; seta memberi kemampuan mengombinasikan ekonomi Islam dan kontemporer."
Tujuan itu hendak dicapai oleh tarbiyah, diantaranya, melalui kurikulum tarbiyah yang di dalamnya mencakup materi-materi bidang studi ekonomi (iqtishadiyah). Pada kurikulum 1421 H, sebagaimana dituturkan penulis pada bab I, materi iqtishadiyah diberikan sejak jenjang anggota pemula, muda, madya dan seterusnya.
Nah, buku Tarbiyah Iqtishadiyah ini tidak dimaksudkan untuk membahas ekonomi Islam secara makro, perbankan Islam atau memenuhi semua tujuan tarbiyah iqtishadiyah yang telah disebutkan. Secara khusus, buku yang terdiri dari empat bab ini membahas permasalahan keuangan dalam entitas keluarga tarbiyah dan bagaimana mengatasinya.
Bab 1 bisa disebut sebagai pendahuluan yang membicarakan apa itu tarbiyah iqtishadiyah dan muatan tarbiyah iqtishadiyah dalam kurikulum 1421 H di tiap jenjang, dari pemula hingga dewasa. Bab 2 berjudul "kokoh berpenghasilan", memotivasi pembaca untuk berpenghasilan serta mengungkap berbagai aspek dari berbagai jenis profesi dan pekerjaan. Bab 3 berjudul "cerdas berbelanja" menguraikan manhaj Islam dalam membelanjakan harta, membekali pembaca agar melawan konsumerisme hingga panduan berhemat. Bab 4 berjudul "perencanaan keuangan keluarga tarbiyah" membahas mulai dari teori hingga bagaimana mempraktikkannya perencanaan keluangan keluarga tarbiyah.
Tiga Masalah Iqtishadiyah
Jika kita perhatikan, masalah iqtishadiyah ikhwah umunya bermula dari minimnya penghasilan. Masalah kedua, borosnya pengeluaran. Seperti pada kisah kedua di atas, ada ikhwah yang sebenarnya penghasilannya cukup, namun karena pengeluarannya "boros", akhirnya ia mengalami peribahasa "besar pasak daripada tiang." Apatah lagi yang penghasilannya minim, lalu tidak bisa mengendalikan pengeluaran, tentu akibatknya menjadi lebih fatal.
Sedangkan masalah ketiga adalah lemahnya perencanaan keuangan. Tanpa perencanaan keuangan yang baik, bisa jadi kebutuhan sehari-hari terpenuhi dari penghasilan yang didapatkan. Namun, menabung tidak menjadi agenda, investasi tak pernah bisa, dan mendanai dakwah juga sangat berat terasa. Hal-hal semacam itu bisa diatasi jika ada perencanaan keuangan yang baik.
Tiga Solusi dalam Tiga Bab
Bab 2 sampai dengan bab 4, masing-masing merupakan solusi dari tiga permasalahan di atas. Seperti sub judul yang tertulis dalam cover depan, Tarbiyah Iqtishadiyah mengajak pembaca –dengan berbagai pembahasan teoritis hingga tips- agar menjadi pribadi/keluarga yang kokoh berpenghasilan, akurat berbelanja dan cerdas mengelola.
Kokoh Berpenghasilan
Ikhwah harus bekerja dan berpenghasilan. Bahkan harus kokoh penghasilannya. Bekerja di sini dalam arti luas; beragam profesi, termasuk –atau terutama?- menjadi enterpreneur. Hal pertama yang menjadi syaratnya adalah bahwa pekerjaan itu halal, tak bisa ditawar. Kedua, memilih pekerjaan sesuai dengan kecenderungan dan spesialisasinya, dengan memprioritaskan pekerjaan yang tidak terikat; misalnya menjadi enterpreneur. Ketika sudah bekerja, ikhwah harus bekerja dengan amanah, disiplin dan profesional.
Secara khusus, di akhir bab 2 penulis mengupas plus minus menjadi PNS. Dikatakan oleh penulis ikhwah menjadi PNS adalah sebuah dilema. Dilema karena di satu sisi banyak hal negatif (mulai dari citra tidak profesional hingga tidak disiplin) dan keterbatasan (keterbatasan gaji dan beraktifitas), sedangkan di sisi lain berkembangnya mihwar semakin membutuhkan PNS/eksekutif yang baik.
Apa yang disebutkan penulis bukannya tanpa bukti. Di lapangan, ada ikhwah yang berhenti mengaji karena menjadi PNS. Ada pula ikhwah yang tak mau lagi terlibat aktifitas dakwah karena status plat merah. "Ada hambatan tarbawi. Ada kebutuhan mihwar." Simpul penulis di halaman 104.
Akurat Berbelanja
Bab 3 buku Tarbiyah Iqtishadiyah ini benar-benar menarik. Setelah menjelaskan secara normatif pada bagian awal, pembahasan masuk ke ranah praksis hingga tips berhemat. Pada bab ini pula kita akan disuguhi sejumlah rumus hubungan konsumsi dan pendapatan. Mulai C = a + bY hingga Y = C + S. Untuk melihat penjelasannya, tentu saja pembaca harus membaca langsung bukunya, khususnya halaman 132-135.
Selain beberapa langkah umum menghemat pengeluaran, penulis juga menyuguhkan panduan menghemat dalam keseharian. Misalnya bagaimana memanfaatkan diskon, memilih eceran atau borongan, hingga tips menghemat penggunaan air, listrik dan telepon/pulsa.
Cerdas Mengelola
Bagaimana caranya agar keluarga tarbiyah bisa mengelola keuangan keluarga dengan baik? Jawaban yang kita dapatkan dari buku Tarbiyah Iqtishadiyah ini adalah dengan menerapkan perencanaan keuangan keluarga tarbiyah. Tentu hal pertama yang harus dipenuhi adalah membuat perencanaan keuangan keluarga. Panduannya dipaparkan penulis dalam bab 4.
Pada bab ini, setelah diawali secara teori, pembaca langsung disuguhi bagaimana membuat perencanaan keuangan keluarga tarbiyah secara praktik. Ada banyak tabel dan formula yang bisa kita dapatkan dalam bab ini, juga banyak tips praktis yang bisa kita manfaatkan.
Akhirnya, buku Tarbiyah Iqtishadiyah ini perlu dibaca oleh insan dan keluarga tarbiyah. Semoga motivasi, inspirasi dan panduan praktis dalam buku ini membuat keluarga tarbiyah menjadi keluarga yang sehat finansial dan dapat mendukung dakwah dengan dukungan yang lebih besar. [Muchlisin]
Dalam bentuk E-Book, Tarbiyah Iqtishadiyah ini bisa didownload Di Sini
Penulis : Eko Novianto
Penerbit : Era Adicitra Intermedia
Cetakan Ke : 1
Tahun Terbit : Sya'ban 1431 H / Juli 2010 M
Tebal Buku : xviii + 254 halaman
* * *
Seorang ikhwan yang dulunya sangat aktif di dakwah kampus, kini jarang terlibat dalam aktifitas dakwah. Adik-adik angkatannya sangat terkesan dengan militansinya sewaktu ia memimpin aksi beberapa tahun yang lalu. Namun, kini tak pernah lagi ia dijumpai; tidak dalam forum dakwah, apalagi aksi.
Ketika ditelusuri, ternyata ikhwan ini "gagal" dalam masalah iqtishadiyah. Sewaktu di kampus, ia sangat concern dengan organisasi dakwahnya, beraksi ke sana kemari, setiap hari ia di kampus, bahkan menginap di sana. Yang disayangkan, ia tak memperhatikan kualitas kuliahnya. Prestasi akademis hampir tidak ada, skill tidak terasah. Demikianlah hingga ia lulus kuliah. Membuka usaha tidak kuasa, bekerja sesuai jurusannya juga tidak bisa. Kesulitan ekonomi yang membelitnya membuat intensitas kegiatan dakwahnya menurun drastis.
Ada kasus yang berbeda dalam domain yang sama. Kali ini bukan masalah penghasilan yang didapatkan. Sebenarnya penghasilannya cukup. Pendapatan dari gajinya lumayan besar untuk ukuran masyarakat di sekitarnya. Namun karena boros, tidak bisa mengelola uang dengan baik, satu keluarga aktifis dakwah terlilit hutang. Masalah itu kemudian selesai setelah para ikhwah membantunya. Namun, ia kembali ke pola lama. Hutang pun kembali melilitnya.
Masalah iqtishadiyah (ekonomi) tak bisa disepelekan. Tarbiyah iqtishadiyah, dengan demikian, menjadi keniscayaan. Sebagaimana Islam itu bersifat syamil (menyeluruh), tarbiyah juga demikian. Jika selama ini kita akrab dengan istilah tarbiyah ruhiyah, tarbiyah fikriyah, dan tarbiyah jasadiyah, Eko Novianto –penulis buku ini- mengajak kita untuk mengokohkan tarbiyah iqtishadiyah.
Lalu apa itu tujuan tarbiyah iqtishadiyah? Dalam halaman 6, kita mendapatkan penjelasan mengenai tujuan tarbiyah iqtishadiyah. "Tarbiyah iqtishadiyah," tulis Eko Novianto, "bertujuan memberi kesadaran akan peranan ekonomi di bidang pembangunan, produksi dan ivestasi; memberi pengetahuan problematika ekonomi umat; memberi keterampilan dalam memanfaatkan teknologi modern di bidang ekonomi; memberi pemahaman dasar-dasar ekonomi Islam dan kontemporer; seta memberi kemampuan mengombinasikan ekonomi Islam dan kontemporer."
Tujuan itu hendak dicapai oleh tarbiyah, diantaranya, melalui kurikulum tarbiyah yang di dalamnya mencakup materi-materi bidang studi ekonomi (iqtishadiyah). Pada kurikulum 1421 H, sebagaimana dituturkan penulis pada bab I, materi iqtishadiyah diberikan sejak jenjang anggota pemula, muda, madya dan seterusnya.
Nah, buku Tarbiyah Iqtishadiyah ini tidak dimaksudkan untuk membahas ekonomi Islam secara makro, perbankan Islam atau memenuhi semua tujuan tarbiyah iqtishadiyah yang telah disebutkan. Secara khusus, buku yang terdiri dari empat bab ini membahas permasalahan keuangan dalam entitas keluarga tarbiyah dan bagaimana mengatasinya.
Bab 1 bisa disebut sebagai pendahuluan yang membicarakan apa itu tarbiyah iqtishadiyah dan muatan tarbiyah iqtishadiyah dalam kurikulum 1421 H di tiap jenjang, dari pemula hingga dewasa. Bab 2 berjudul "kokoh berpenghasilan", memotivasi pembaca untuk berpenghasilan serta mengungkap berbagai aspek dari berbagai jenis profesi dan pekerjaan. Bab 3 berjudul "cerdas berbelanja" menguraikan manhaj Islam dalam membelanjakan harta, membekali pembaca agar melawan konsumerisme hingga panduan berhemat. Bab 4 berjudul "perencanaan keuangan keluarga tarbiyah" membahas mulai dari teori hingga bagaimana mempraktikkannya perencanaan keluangan keluarga tarbiyah.
Tiga Masalah Iqtishadiyah
Jika kita perhatikan, masalah iqtishadiyah ikhwah umunya bermula dari minimnya penghasilan. Masalah kedua, borosnya pengeluaran. Seperti pada kisah kedua di atas, ada ikhwah yang sebenarnya penghasilannya cukup, namun karena pengeluarannya "boros", akhirnya ia mengalami peribahasa "besar pasak daripada tiang." Apatah lagi yang penghasilannya minim, lalu tidak bisa mengendalikan pengeluaran, tentu akibatknya menjadi lebih fatal.
Sedangkan masalah ketiga adalah lemahnya perencanaan keuangan. Tanpa perencanaan keuangan yang baik, bisa jadi kebutuhan sehari-hari terpenuhi dari penghasilan yang didapatkan. Namun, menabung tidak menjadi agenda, investasi tak pernah bisa, dan mendanai dakwah juga sangat berat terasa. Hal-hal semacam itu bisa diatasi jika ada perencanaan keuangan yang baik.
Tiga Solusi dalam Tiga Bab
Bab 2 sampai dengan bab 4, masing-masing merupakan solusi dari tiga permasalahan di atas. Seperti sub judul yang tertulis dalam cover depan, Tarbiyah Iqtishadiyah mengajak pembaca –dengan berbagai pembahasan teoritis hingga tips- agar menjadi pribadi/keluarga yang kokoh berpenghasilan, akurat berbelanja dan cerdas mengelola.
Kokoh Berpenghasilan
Ikhwah harus bekerja dan berpenghasilan. Bahkan harus kokoh penghasilannya. Bekerja di sini dalam arti luas; beragam profesi, termasuk –atau terutama?- menjadi enterpreneur. Hal pertama yang menjadi syaratnya adalah bahwa pekerjaan itu halal, tak bisa ditawar. Kedua, memilih pekerjaan sesuai dengan kecenderungan dan spesialisasinya, dengan memprioritaskan pekerjaan yang tidak terikat; misalnya menjadi enterpreneur. Ketika sudah bekerja, ikhwah harus bekerja dengan amanah, disiplin dan profesional.
Secara khusus, di akhir bab 2 penulis mengupas plus minus menjadi PNS. Dikatakan oleh penulis ikhwah menjadi PNS adalah sebuah dilema. Dilema karena di satu sisi banyak hal negatif (mulai dari citra tidak profesional hingga tidak disiplin) dan keterbatasan (keterbatasan gaji dan beraktifitas), sedangkan di sisi lain berkembangnya mihwar semakin membutuhkan PNS/eksekutif yang baik.
Apa yang disebutkan penulis bukannya tanpa bukti. Di lapangan, ada ikhwah yang berhenti mengaji karena menjadi PNS. Ada pula ikhwah yang tak mau lagi terlibat aktifitas dakwah karena status plat merah. "Ada hambatan tarbawi. Ada kebutuhan mihwar." Simpul penulis di halaman 104.
Akurat Berbelanja
Bab 3 buku Tarbiyah Iqtishadiyah ini benar-benar menarik. Setelah menjelaskan secara normatif pada bagian awal, pembahasan masuk ke ranah praksis hingga tips berhemat. Pada bab ini pula kita akan disuguhi sejumlah rumus hubungan konsumsi dan pendapatan. Mulai C = a + bY hingga Y = C + S. Untuk melihat penjelasannya, tentu saja pembaca harus membaca langsung bukunya, khususnya halaman 132-135.
Selain beberapa langkah umum menghemat pengeluaran, penulis juga menyuguhkan panduan menghemat dalam keseharian. Misalnya bagaimana memanfaatkan diskon, memilih eceran atau borongan, hingga tips menghemat penggunaan air, listrik dan telepon/pulsa.
Cerdas Mengelola
Bagaimana caranya agar keluarga tarbiyah bisa mengelola keuangan keluarga dengan baik? Jawaban yang kita dapatkan dari buku Tarbiyah Iqtishadiyah ini adalah dengan menerapkan perencanaan keuangan keluarga tarbiyah. Tentu hal pertama yang harus dipenuhi adalah membuat perencanaan keuangan keluarga. Panduannya dipaparkan penulis dalam bab 4.
Pada bab ini, setelah diawali secara teori, pembaca langsung disuguhi bagaimana membuat perencanaan keuangan keluarga tarbiyah secara praktik. Ada banyak tabel dan formula yang bisa kita dapatkan dalam bab ini, juga banyak tips praktis yang bisa kita manfaatkan.
Akhirnya, buku Tarbiyah Iqtishadiyah ini perlu dibaca oleh insan dan keluarga tarbiyah. Semoga motivasi, inspirasi dan panduan praktis dalam buku ini membuat keluarga tarbiyah menjadi keluarga yang sehat finansial dan dapat mendukung dakwah dengan dukungan yang lebih besar. [Muchlisin]